Rabu, 31 Juli 2013

FRASA BAHASA ENDE

Jika dalam Bahasa Indonesia ada Frasa/Frase, Bahasa Ende juga mempunyai Frasa. Dari amatan yang saya lakukan di perpustakaan Universitas Flores Belum ada mahasiswa yang meneliti frasa dalam Bahasa Ende. Oleh karena itu, dengan alasan keprihatinan akan bahasa daerah yang semakin lama semakin tidak digunakan khususnya Bahasa Ende, di bawah ini saya mencoba untuk menulis beberapa kata yang menurut saya kata-kata ini masuk dalam kategori Frasa. Namun, saya belum memetakannya, entah itu Frasa Endosentris atau Frasa Eksosentris karena harus melalui penelitian yang memakan waktu yang sangat lama.
Bagi teman-teman pelajar atau mahasiswa yang ingin melakukan penelitian tentang BE untuk keperluan karya ilmiah atau skripsinya informasi ini mungkin dapat dijadikan referensi untuk bahan tulisan teman-teman. Untuk kelengkapan frasa di bawah ini baik makna, kategori kata, fungsi dan penggunaannya dalam kalimat, teman-teman dapat menanyakan pada informan yang lebih mengerti BE.

Frasa-frasa yang terdapat dalam Bahasa Ende antara lain:
Ae dabe : berair, lelet
Ae : Air; Dabe: (tidak ada arti dalam BI)

Bhara ghula : albino (kelainan pigmen pada manusia atau binatang)
Bhara : Putih; Ghula :(tidak ditemukan arti dalam BI)

Bhara ja : terang benderang
Bhara : putih; ja : menyala

Fe’a lela : sangat ringan
Fe’a : ringan; lela : melayang (“lela” dipakai oleh masyarakat Lio, sedangkan masyarakat Ende menggunakan “zeza”)

Gera ga’u : sangat marah, marah-marah ‘tidak jelas’
Gera : marah; ga’u : (tidak ditemukan arti dalam BI)

Ja jaku : terang benderang, sangat terang
Ja : menyala; jaku : (tidak ditemukan arti dalam BI)

Jinga janga : cengeh (manja), cengeng, cengengesan รจ terkesan kasar
Jinga : (tidak ditemukan arti dalam BI); janga : (tidak ditemukan arti dalam BI)

Jiri pipi : lirik/melirik dengan menggunakan ekor mata.
Jiri : lirik/melirik; pipi : pipi

Jopa jenu : berjalan tidak karuan (kacau), tidak menentu
Jopa : (tidak ditemukan arti dalam BI); jenu : menanduk

Kenda mandi : menendang-nendang tak keruan/sembarangan
Kenda : tendang, sepak; mandi (tidak ditemukan arti dalam BI)

Kira ngia : menghitung-hiutung, hitung-hitungan atas jasanya atau untuk mendapat balas jasa.
Kira : menghitung; ngia : menginjak

Kubhu rubhu : sangat mendung
Kubhu : mendung; rubhu (tidak ditemukan arti dalam BI)

Kune jue : menguning
Kune : kuning, kunyit; jue (tidak ditemukan arti dalam BI)

Lingo lango : menjadi ungu
Lingo : (tidak ditemukan arti dalam BI); lango : ungu

Mbeja dhengga : sudah habis/tidak ada yang tersisa
Mbeja : habis/selesai; dhengga : menghabisi yang masih tersisa
Mbodho zadhi : berbohong, sungguh bohong
Mbodho : bohong; zadhi : (tidak ditemukan arti dalam BI)

Meko meo : boyang-goyang tidak tenang
Meko : goyang; meo : (tidak ditemukan arti dalam BI)

Mesi geri : sangat asin
Mesi : asin/laut; geri (tidak ditemukan arti dalam BI)

Meta tera : telalu/sangat biru
Meta : biru/hijau; tera : retak

Mite atu : sangat hitam/hitam legam
Mite : hitam; atu : (tidak ditemukan arti dalam BI)

Mite kie: sangat hitam/hitam legam
Mite : hitam; kie : (tidak ditemukan arti dalam BI)

Miza kia : sangat gelap/gelap gulita
Miza : gelap; kia : membuka “sesuatu” supaya terlihat terang

Mizi kiti : memilah, memilih
Mizi : pilah; kiti : (tidak ditemukan arti dalam BI)

Ndate pore : memberatkan
Ndate : berat; pore : (tidak ditemukan arti dalam BI)

Ngai ngeso :
Ngai : nafas; ngeso : (tidak ditemukan arti dalam BI)

Ngera bea : berantakan, hancur terpisah-pisah
Ngera : hambur; bea : bangau

Nggeme tese : sangat pesek
Nggeme : pesek; tese : (tidak ditemukan arti dalam BI)
Penga zenga : tidak punya apa-apa
Penga : habis; zenga : membuka
‘Zenga’ dimaksudkan untuk menyatakan ‘pemberitahuan’ bahwa sidah tidak memiliki apa-apa lagi.



Berikut daftar frasa yang masih dalam proses editing. “Maaf ya, masih susah cari waktu”.
Puru juju :
Puru pengga :
Re’e tengge :
Ri’a gi’a : baik, bagus
Sebhu seke : batuk, “bengek”
Siko bhaka : terangkat, tercabut
Teka weza : menjual
Teku lemu : loyo
Temba jeka : sempoyongan
Temba sea : sangat atau dalam jumlah yang banyak
Tobhe zo : membalikkan sesuatu (atas ke bawah atau sebaliknya)
Tona ghena : memaksa agar bisa “sampai”
Toro mbombo : merah, sangat merah
Toro ghero : merah, sangat merah
Toso rono : mancung
Tu’a kuza : sangat kuat, kokoh
Lala wa : lembek
Budu rede :
Kera ko : teriak-teriak
Winga wota :
Na’u nena : nasihat, memberikan nasihat
Pelo peto : berjalan sempoyongan
Papa peu : menghalang-halangi
Sombo lambi : sombong, angkuh
Sombo dho : sombong, angkuh
Nizu ki’u : terasa asam di lidah
Mi tio : terlalu manis
Ba’i bege : terlalu pahit
Suku saka :
Fo’o nga’i :
Kera nganga
Tu’u nda’i
Negi eri
Eku lemi
Ri’a gi’a
Sedu bedu
Mozo raza
Woso dhonggo
Engga bea
Sibu ribu
Ngai ngeso
Penggu jewu
Zembu zia
Re’e tengge
Tona ghena
Aze ona
Oa somba
Soa soza
Sebhu seke
Mie atu
Keku reme
Bita kia
Bhena kesa
Noko kogho
Zembo sengo

SEBUTAN ANGKA ATAU HITUNGAN DALAM BAHASA ENDE

Hitungan dalam Bahasa Ende sama seperti pada bahasa-bahasa lainnya. Hanya saja dibahasakan ke dalam bahasa daerah Ende. Adapun hitungan dalam bahasa Ende adalah sebagai berikut:

1 = satu : esa, seesa
Sebutan untuk angka satu sebenarnya esa, namun masyarakat penutur BE lebih banyak atau lebih dominan menggunakan seesa, padahal kata seesa artinya sebuah, bukan satu.
2 = dua : rua, esa rua
Sebutan untuk angka dua sebenarnya rua, namun masyarakat penutur BE lebih dominan menggunakan esarua yang arti sebenarnya adalah dua buah, bukan dua.
3 = tiga : terhu, esa terhu
Sebutan untuk angka tiga sebenarnya tezu, namun masyarakat penutur BE lebih dominan menggunakan esatezu yang arti sebenarnya adalah tiga buah, bukan tiga.
4 = empat : wutu, esa wutu
Sebutan untuk angka empat sebenarnya wutu, namun masyarakat penutur BE lebih dominan menggunakan esawutu yang arti sebenarnya adalah empat buah, bukan empat.
5 = lima : rhima, esa rhima
Sebutan untuk angka lima sebenarnya zima, namun masyarakat penutur BE lebih dominan menggunakan esazima yang arti sebenarnya adalah lima buah, bukan dua.
Angka lima disebut zima disebabkan karena dalam bahasa Ende zima artinya tangan yang memiliki jari (kanga. BE) yang berjumlah lima. Oleh karena itu, sebutan untuk angka lima juga berasal dari jumlah jari yang ada pada manusia.
6 = enam : rhima esa
Sebutan zimaesa untuk angka enam berasal dari zima dan esa. Zima artinya lima sedangkan esa artinya satu. Lima ditambah satu sama dengan enam. Jadi, sebutan untuk angka enam yang berdiri sendiri dalam BE tidak ada melainkan berasal dari penjumlahan angka 5 (zima/lima) ditambah 1 (esa/satu).
7 = tujuh : rhima rua
Sama halnya dengan sebutan untuk angka enam. Sebutan untuk angka tujuh berasal dari penjumlahan angka 5 (zima) ditambah dengan 2 (rua). 5 + 2 = 7 atau zima ditambah rua sama dengan zima rua.
8 = delapan : rua mbutu
Sebutan untuk angka delapan berbeda dengan penyebutan angka satu sampai dengan tujuh. Sebutan angka delapan diperoleh dari mbutu atau mburhu (10) dikurangi rua (2) yang hasilnya adalah delapan (8).
Keterangan: penyebutan angka 10 dalam BE yang sebenarnya adalah mburhu. Oleh karena artikulasi yang terlalu cepat dalam berkomunikasi dan tidak ada sebutan khusus untuk angka 8, maka fonem /rh/ diganti dengan fonem /t/ untuk membedakan penyebutan angka 10 dan angka 8.
9 = sembilan  : tera esa
Untuk angka 9, juga tidak ada sebutan khusus dalam BE. Sebutan angka 9 berasal dari sebutan 10 dikurangi 1 (esa). Jika diucapkan memang tidak didengar kata mburhu atau 10 yang dalam hal ini digunakan sebagai angka untuk menentukan sebutan angka 9. Namun, karena angka 9 dekat dengan angka 10, maka angka 10 diganti dengan sebutan tera. Kata tera dalam BE berarti retak atau menjadi berkurang. Sekilas memang tidak ada hubungan sama sekali dengan angka yang disebutkan di atas namun, menurut pengertian masyarakat penutur BE angka 9 adalah angka 10 utuh (mburhu) yang retak (tera) 1 (esa). Atau 10 kurang (tera/retak) 1 sama dengan 9 (tera esa).
10 = sepuluh : mburhu, semburhu
Sebutan angka 10 adalah sebutan yang sebenarnya dalam BE. Jadi, sebutan untuk angka 10 bukan terjadi karena penambahan ataupun pengurangan dari angka lain. Namun, yang dipakai dalam berkomunikasi sehari-hari adalah semburhu, bukan mburhu.

11 = semburhu (10) + se esa (1)
12 = semburhu (10) + esa rua (2)
13 = semburhu (10) + esa terhu (3)
14 = semburhu (10) + esa wutu (4)
15 = semburhu (10) + esa rhima (5)
16 = semburhu (10) + esa rhima (5) + esa (1)
17 = semburhu (10) + esa rhima (5) + rua (2)
18 = semburhu (10) + rua (2) dikurangi oleh mbutu/mburhu (-10)
19 = semburhu (10) + tera (10) – esa (1)
20 = mburhu (10) rua (2), artinya 10 sebanyak 2 kali.
21 = mburhu rua (20) + se esa (1)
30 = mburhu (10) terhu (3), artinya 10 sebanyak 3 kali
40 = mburhu (10) wutu (4), artinya 10 sebanyak 4 kali
50 = mburhu (10) rhima (5), artinya 10 sebanyak 5 kali
60 = mburhu (10) rhima (5) esa (1), artinya 10 sebanyak 5 + 1 = 6 kali
70 = mburhu (10) rhima (5) rua (2), artinya 10 sebanyak 5 + 2 = 6 kali
80 = mburhu (10) rua (2) dikurangi oleh mbutu/mburhu (-10) atau 10 sebanyak 10 – 2 = 8 kali
90 = mburhu (10) tera (10) – esa (1), atau 10 sebanyak 10 – 1 = 9 kali
100 = sengasu
200 = ngasu (100) rua (2), artinya 100 sebanyak 2 kali
300 = ngasu (100) terhu (3), artinya 100 sebanyak 3 kali
1.000 = seriwu
2.000 = riwu (1.000) rua (2), artinya 1.000 sebanyak 2 kali
10.000 = riwu (1.000) semburhu (10), artinya 1.000 sebanyak 10 kali
100.000 = riwu (1.000) sengasu (100), artinya 1.000 sebanyak 100 kali
1.000.000 = sekanga

Sebagian besar penyebutan angka-angka tersebut bukan berasal dari angka itu sendiri melainkan hasil penambahan dan pengurangan dari angka-angka lain seperti yang dijelaskan di atas. Artinya, tidak ada sebutan khusus untuk angka  seperti halnya dalam Bahasa Indonesia. Misalnya bilangan 1 disebut ‘satu’, 2 disebut ‘dua’ 6 disebut ‘enam’, atau 8 disebut ‘delapan’. Bukan 6 disebut ‘lima tambah satu’ atau 8 disebut ‘sepuluh dikurangi dua’.
Jika ada teman-teman yang mau menyebutkan angka yang belum saya sebutkan di atas, silakan berpikir sendiri.

Jangan sampai salah penyebutannya, ya!!!