KRITIK PUISI
KARANGAN BUNGA
M A K A L A H
OLEH:
KELAS B
SEMESTER VI & IV
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS FLORES
ENDE
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas segala kuasa yang diberikan-Nya kami mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia semester VI/B dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Ucapan terima kasih kepada teman-teman atas dukungan yang telah diberikan selama berdiskusi, baik moril maupun materil dan telah bersama-sama berdiskusi dan mencari sumber hingga selesainya makalah ini.
Segala kritik dan saran yang membangun dan bernilai baik sangat diharapkan dari teman-teman dan dosen pengampu mata kuliah kritik sastra maupun dosen lain yang mendalami bidang sastra demi kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang.
Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih kepada semuanya yang telah membantu hingga selesainya penyusunan makalah ini.
Ende, Juli 2011
Tim Penyusun
LATAR BELAKANG
Pengambilan puisi dan pengkritikan puisi berjudul Karangan Bunga karya Taufik Ismail ini dilatarbelakangi oleh adanya penugasan yang diberikan oleh pengampu mata kuliah kritik sastra yang mengharuskan mahasiswa untuk mampu mengkritisi dan menganalisis karya-karya sastra dengan berpegang pada teori-teori yang telah dijelaskan pada masa perkuliahan.
Pengkritikan yang dilakukan mempunyai tujuan yang positiv. Tujuan pengkritikan terhadap sebuah karya sastra merupakan sebuah kegiatan menambah, membangkitkan serta mengorek lebih dalam sebuah karya sastra agar lebih familiar dan lebih mudah dipahami oleh peserta didik di kemudian hari serta menambah keunggulan yang tersembunyi dibalik sebuah karya sastra.
Walaupun puisi Karangan Bunga ini adalah sebuah puisi yang sangat dikenal di kalangan pembelajar bahasa dan sastra Indonesia, namun kami merasa perlu adanya nilai tambah dalam puisi ini sebagai penambah wawasan tentang sastra di kalangan pembelajar sastra Indonesia. Juga diharapkan agar menambah pengetahuan bagaimana cara mengkritik sebuah karya sastra dengan dipandu oleh teori-teori yang telah ada.
TAHAP PENGKRITIKAN
A. TAHAP DESKRIPSI
Pada tahap ini sebuah karya sastra dikritik dengan melihat unsur intrinsik karya sastra.
1. Tema
Tema yang terdapat dalam puisi ini adalah kepahlawanan.
2. Latar/setting
Terjadi pada siang hari, bertempat di Salemba (Universitas Indonesia).
3. Tokoh
Terdapat dua tokoh dalam puisi ini, yakni tokoh utama dan tokoh figuratif. Secara konotatis tokoh utamanya adalah tiga anak kecil sedangkan tokoh figuratifnya adalah kakak yang ditembak mati.
4. Rima
Menggunakan rima bebas.
5. Diksi
Mempunyai kata-kata berkonotasi (tidak sebenarnya).
6. Citraan
Puisi ini menggunakan citraan penglihatan.
7. Majas/Gaya Bahasa
Majas yang digunakan dalam puisi ini adalah majas perbandingan/asosiasi. Hal ini terlihat pada bait pertama baris pertama “tiga anak kecil” yang menggambarkan tiga tuntutan rakyat (Tritura). Juga terdapat pada judul puisi itu sendiri serta pada bait kedua baris kedua. Hampir semua kalimat dalam puisi ini menggunakan majas asosiasi.
8. Angkatan
Puisi ini berada pada angkatan ’66. Terdapat dalam kumpulan puisi Tirani yang oleh Taufik Ismail sering mengangkat masalah demonstrasi dan PKI.
9. Sajak
Sajak dalam puisi ini adalah sajak bebas.
B. TAHAP PENAFSIRAN
1. Parafrase
Ada tiga orang anak kecil. Melangkah dalam langkah yang malu-malu. Mereka bertiga datang ke Salemba (Universitas Indonesia), pada sore hari tadi. Semua ini adalah pemberian dari kami bertiga dengan pita hitam yang diikatkan pada sebuah karangan bunga. Sebab kami ikut berduka dan merasa sedih. Ini adalah sebuah rasa kepedulian bagi kakak yang ditembak mati karena berdemo memperjuangkan Hak Asasi Manusia lain. Pada siang hari tadi.
2. Tafsiran
Karangan bunga mengingatkan kita pada rangkaian bunga-bunga yang melambangkan dua peristiwa dalam hidup manusia yaitu peristiwa suka dan duka. Yang membedakan dari keduanya adalah adalah warna dan tulisan. Untuk peristiwa duka biasanya menggunakan warna-warna mati seperti ungu, abu-abu, dan merah tua dengan disertakan tulisan duka cita. Sebaliknya, pada peristiwa suka cita biasanya orang-orang menggunakan warna-warna cerah seperti putih, hijau, dan kuning yang disertai dengan tulisan selamat.
Dalam konteks puisi ini, karangan bunga sudah sangat menunjukkan kenyataan turut berduka cita atas meninggalnya seorang pahlawa. Boleh jadi, puisi menjadi sebuah karangan bunga dari seorang Taufik Ismail sebagai ungkapan turut berbelasungkawanya atas kepergian seorang sahabat. Setidaknya karangan bunga ini tidak menjadi rusak atau lapuk dimakan waktu tetapi tetap dikenang oleh generasi-generasi selanjutnya.
C. TAHAP ANALISIS
Pada tahap ini analisis yang dilakukan adalah mengungkapkan setiap kalimat yang ada pada tiap bait dari kalimat yang bermakna konotatif menjadi kalimat yang bermakna denotatif.
Adapun hasil analisisnya adalah sebagai berikut:
”Tiga anak kecil/dalam langkah malu-malu/datang ke Salemba/sore itu” memiliki makna yang sangat berbeda dari tulisan harfiahnya. Tiga anak kecil adalah simbol Tritura yang diteriakkan oleh rakyat karena Indonesia telah terlalu lama tunduk pada pemerintahan Soekarno dan takut untuk berubah (inilah yang dilambangkan ”dalam langkah malu-malu). Sementara Salemba adalah simbol perjuangan rakyat, karena pada waktu itu dijadikan markas KAMI. Selain itu juga menjadi tempat dimakamkannya jenazah Arif Rahman Hakim.
Bait kedua: ”’Ini dari kami bertiga/pita hitam pada karangan bunga/sebab kami ikut berduka/bagi kakak yang ditembak mati/siang tadi!” lebih bersifat sugestif (bahasa yang menyaran dan memengaruhi pikiran pembaca) dan juga bersifat asosiatif (mampu membangkitkan pikiran dan perasaan yang merembet pada peristiwa penembakan Arif Rahman Hakim, karena Taufiq mengatakan, ”bagi kakak yang ditembak mati siang tadi!”
D. TAHAP EVALUASI
Berdasarkan analisis di atas kita dapat menemukan keunggulan dari puisi tersebut, yakni:
1. Puisi ini tidak sekedar sebuah imajinasi penyair tetapi lebih mengangkat sebuah realita sosial.
2. Kata-katanya familiar namun membutuhkan kontemplasi yang mendalam. Artinya, pembaca seolah-olah diajak untuk merenungi tragedi yang terjadi saat itu.
3. Diksi yang dipilih oleh Taufik Ismail sangat unik dan lebih condong ke makna konotasinya.
4. Puisi ini lebih bersifat sugestif (bahasa yang menyaran dan memengaruhi pikiran pembaca) dan juga bersifat asosiatif (mampu membangkitkan pikiran dan perasaan yang merembet pada peristiwa penembakan Arif Rahman Hakim, karena Taufik mengatakan, “bagi kakak yang ditembak mati siang tadi”).
Adapun kelemahan yang terdapat di dalam puisi tersebut adalah jika dilihat secara tersurat, kita akan melihat setiak kata maupun kalimat pada tiap barisnya adalah kata atau kalimat yang sangat dekat dengan kita. Namun, jika ditilik dari segi penafsiran dan analisis maka kita akan cukup merasakan kesulitan dalam menganalisisnya karena di dalamnya menggunakan kata-kata berkonotasi yang cukup rumit apalagi jika tidak mengetahui latar belakang ditulisnya puisi ini.
Kemampuan menganalisis dari seorang pengkritik akan lebih di asah dan mungkin membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menganalisisnya.
mas brow izin copas yachhhh
BalasHapusmas brow izin copas yachhhh
BalasHapus