Jumat, 04 November 2011

SI KECIL YANG MEMBAWA KEHANCURAN - cerpen

Siang yang begitu panas membuat hati dan perasaan Tuty semakin gelisah. Seakan-akan ia tidak percaya atas kejadian yang baru saja ia alami. Pikirannya kacau dan hatinya galau. Ia merasa Tuhan tidak adil terhadapatnya.
Semua kejadian itu berawal dari sebuah pesan singkat yang masuk ke Hp Budi suaminya. Pesan itu berasal dari nomor yang tidak dikenal. Tanpa sepengetahuan Tuty pesan itu direspon oleh suaminya. Ternyata pesan itu berasal dari seirang perempuan. Komunikasi itu terus berlanjut dan mereka sering bertemu dan semakin akrab. Seiring berjalannya waktu muncullah perasaan yang seharusnya tidak boleh ia berikan untuk perempuan lain kecuali Tuty istrinya. Perasaan Budi oleh perempuan tersebut maka terciptalah hubungan terlarang.
Hubungan terlarang itu membawa dampak negatif pada sikap Budi. Ia mulai bersikap kasar, pulangnya selalu larut malam, kadang-kadang tidak pulang. Jika ditanya selalu dijawab dengan alasan kerjaan kantor.
Semakin hari perubahan sikap budi semakin tidak wajar. Keadaan ini membuat Tuty semakin curiga. Akhirnya, Tuty memberanikan diri untuk bertanya lagi, “Budi, semakin lama, saya merasa kamu semakin berubah. Sepertinya ada yang beda di diri kamu.”
“Apa sih yang beda?” Budi menjawab sambil membolak-balikkan buku yang dibacanya. “Saya merasa dari dulu sampai sekarang saya begini saja, tidak ada yang berubah.” Lanjut Budi.
“Tapi,....” Tuty berhenti berbicara, karena Budi berdiri dan membanting buku, seraya berkata, “Kamu.... kenapa sih ngotot sekali mengatakan kalau saya berubah? Sebenarnya apa maunya kamu? Apa kamu meragukan kesetiaan saya?” Budi pun pergi begitu saja meninggalkan Tuty.
Tuty hanya bisa menangis melihat kelakuan suaminya. Ia kembali berusaha berpikir positif tentang suaminya dan membuang-buang jauh kecurigaannya tersebut. Perasaan cinta dan kepercayaannya begitu besar pada suaminya.
Setelah kejadian itu, sikap Budi tidak pernah berubah. Sikapnya pun semakin kasar bahkan ia mulai ringan tangan. Sepandai-pandai tupai melompat pasti akan jatuh juga. Sepandai-pandainya kita menyimpan bangkai pasti akan tercium juga. Dua istrilah ini cocok diamanaatkan untuk Budi. Suatu malam ketika Budi sedang mandi, tiba-tiba Hpnya berdering. Ternyata, ada pesan yang masuk. Tanpa sengaja, Tuty membukanya. Pesan itu berisi kata-kata mesra yang berasal dari perempuan selingkuhan Budi. Melihat itu semua, perasaan Tuty benar-benar hancur. Tanpa terasa kristal-kristal bening mulai berjatuhan dari kedua bola matanya, mengalir melalui pipinya yang sudah memerah. Ia berteriak sangat keras memanggil-manggil nama Budi.
“Budi.... Budi.... Budi....”
“Ada apa?” Budi berlari mendekati Tuty.
“Kamu ternyata sudah mengkhianati saya, tega-teganya kamu berbuat demikian. Salah saya apa? Apa yang kurang dari saya?” Tuty terus menangis meminta penjelasan Budi.
“Apa yang kamu bicarakan, saya tidak mengerti?”
“Ini.... ini SMS dari siapa? Maksudnya apa?” sambil menunjukkan SMS.
Budi hanya terdiam dan tidak bisa berbuat apa-apa. Akhirnya, Budi mengakui semuanya.
Setelah kejadian malam itu, Tuty berpikir untuk pindah ke rumah orangtuanya. Ia sudah tidak mau tinggal seatap berasama laki-laki yang sudah menodai cinta dan kesetiaannya. Tuty banyak mengurung diri di kamar. Tubuhnya pun semakin hari semakin kurus. Melihat keadaan anaknya yang semakin terpuruk akhirnya orangtua Tuty meminta Tuty untuk menggugat cerai Budi. Tanpa berpikir panjang Tuty pun menuruti saja perintah orangtuanya.
Sebulan lebih mengurus perceraiannya akhirnya Tuty dan Budi resmi bercerai. Tuty keluar dari ruang persidangan dengan air mata yang terus mengalir. Ia pulang dengan membawa sebongkah luka yang sulit untuk disembuhkan. Dalam hatinya ia berkata, “Andai saja benda kecil itu tidak ada, semua ini tidak akan terjadi.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar